Oleh: Arki Rifazka – Kepala Badan Pelaksana Harian, APJII
Indonesia telah memasuki babak baru dalam transformasi digital. Jaringan serat optik terus meluas, spektrum 5G sedang dipersiapkan untuk dilelang, dan pusat data bermunculan di berbagai wilayah strategis. Namun, di balik geliat pembangunan infrastruktur digital ini, terdapat tantangan struktural yang belum mendapat perhatian memadai: kesiapan dan ketersediaan talenta digital nasional.

Laporan Future of Jobs Report 2025 dari World Economic Forum (WEF) menempatkan keterampilan seperti AI dan Big Data, literasi teknologi, pemikiran analitis, serta kepemimpinan sosial sebagai kompetensi inti paling dibutuhkan pada tahun 2030. Namun, sebagian besar tenaga kerja Indonesia belum memiliki fondasi keterampilan ini. Studi MASTEL (2023) mencatat bahwa hanya sekitar 19% pekerja digital Indonesia yang memiliki sertifikasi kompetensi dalam bidang seperti keamanan siber, cloud computing, dan machine learning.
Ketimpangan ini menjadi krusial ketika kita menyadari bahwa infrastruktur digital tidak bisa berdiri sendiri tanpa SDM yang mumpuni untuk mengelolanya. Bahkan dalam konteks performa layanan dasar seperti internet, hubungan antara kualitas jaringan dan kesiapan talenta menjadi semakin nyata.
Padahal, potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Laporan Google-Temasek-Bain (2024) memperkirakan bahwa nilai ekonomi digital nasional akan menembus USD 150 miliar pada tahun 2025, terbesar di Asia Tenggara. Namun, tanpa SDM yang relevan dan siap pakai, keunggulan infrastruktur akan sulit termonetisasi dan mempersempit ruang pertumbuhan industri lokal.
Ketimpangan Talenta dan Dampaknya pada Ekosistem Industri ISP
Menurut Ookla Speedtest Global Index (Januari 2025), kecepatan rata-rata broadband tetap di angka 32,1 Mbps, jauh tertinggal dari Thailand (237,1 Mbps) dan Malaysia (129,5 Mbps). Meski jaringan fisik telah diperluas, salah satu faktor yang membuat performa stagnan adalah ketimpangan antara biaya langganan dan biaya penggelaran layanan.
Harga langganan broadband di Indonesia tergolong rendah—bahkan cenderung di bawah titik impas untuk cakupan luas di area non-perkotaan. Operator menghadapi tekanan besar antara menjaga affordability bagi konsumen dan membiayai ekspansi jaringan dengan kualitas tinggi. Di sisi lain, rendahnya pendapatan per pelanggan (ARPU) membuat perusahaan enggan berinvestasi lebih dalam peningkatan kapasitas dan bandwidth di wilayah-wilayah yang belum menjanjikan secara komersial.
Kondisi ini menunjukkan bahwa optimalisasi infrastruktur tidak hanya membutuhkan modal dan perangkat keras, tetapi juga talenta digital yang mampu bekerja cerdas dalam mengelola jaringan, menganalisis pola trafik, dan menciptakan efisiensi operasional. Dengan kata lain, investasi SDM menjadi komponen penting dalam menjaga keberlanjutan performa jaringan.
World Bank (2023) menyoroti bahwa negara yang gagal menyesuaikan supply keterampilan digital dengan pertumbuhan infrastruktur akan menghadapi stagnasi produktivitas dan meningkatnya ketergantungan pada solusi luar negeri. Sementara itu, McKinsey memproyeksikan potensi kehilangan hingga 25% produktivitas nasional apabila talenta digital tidak segera dikembangkan secara sistemik.
Dengan melihat realitas ini, menjadi jelas bahwa talenta digital bukan lagi agenda tambahan, melainkan kebutuhan mendesak. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan hari ini harus disertai dengan kesiapan SDM agar manfaatnya dapat dimonetisasi secara berkelanjutan.
Rekomendasi Strategis
Di tengah agenda efisiensi fiskal yang diusung oleh pemerintahan Presiden Prabowo, strategi pengembangan talenta digital harus dirancang dengan prinsip efektivitas tinggi dan biaya terkendali. Untungnya, Indonesia memiliki institusi-institusi yang sudah siap menjalankan peran ini, seperti Kementerian Komdigi dan BNSP.
Berikut ini adalah strategi yang direkomendasikan:
1. Komdigi melalui Badan Pengembangan SDM telah menyusun kerangka kompetensi digital nasional yang terintegrasi, selaras dengan kebutuhan sektor strategis seperti ISP, pusat data, dan industri teknologi finansial. Kolaborasi dengan BNSP juga telah memastikan lisensi bagi sejumlah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), serta memperluas cakupan uji sertifikasi berbasis SKKNI di berbagai bidang, termasuk keamanan siber, pengelolaan jaringan, dan cloud computing. Langkah ini merupakan fondasi penting dalam pembangunan rantai pasok talenta digital nasional. Namun tantangan selanjutnya adalah memastikan implementasi yang merata secara geografis, mempercepat akses terhadap sertifikasi di daerah-daerah, dan memperluas adopsi kurikulum ini di tingkat SMK, politeknik, dan pelatihan vokasi mandiri. Dengan penguatan implementasi tersebut, Indonesia dapat menjamin bahwa pengembangan talenta tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi menjangkau kawasan dengan potensi pertumbuhan digital baru—sehingga menciptakan ekosistem yang inklusif dan merata secara nasional.
2. Pemerintah, melalui Komdigi dan mitra sektoral lainnya, telah menjalankan langkah progresif dengan mendorong kolaborasi bersama politeknik, SMK, perguruan tinggi vokasi, dan inkubator teknologi. Program pelatihan keterampilan digital kini mulai menjangkau lebih banyak wilayah melalui model pembelajaran berbasis modul digital terbuka (open learning content), termasuk di wilayah 3T. Langkah ini menunjukkan arah kebijakan yang tepat dan efisien secara fiskal. Namun, tantangan ke depan adalah memastikan kualitas penyampaian pelatihan yang konsisten, kurikulum yang terus diperbarui sesuai dengan kebutuhan industri, serta monitoring yang sistematis terhadap capaian hasil belajar. Selain itu, pemerintah dapat mendorong mekanisme matching fund atau insentif non-tunai untuk memperluas keterlibatan sektor swasta dan komunitas lokal dalam menyelenggarakan pelatihan—sehingga pelatihan digital bukan hanya berlangsung top-down, tetapi juga tumbuh dari kebutuhan dan potensi lokal.
3. Dalam proyek infrastruktur digital berskala nasional—baik melalui APBN maupun skema PPP—pengembangan talenta lokal sebaiknya diintegrasikan sebagai bagian dari value creation, bukan sebagai beban tambahan. Hal ini dapat dilakukan melalui mekanisme insentif berbasis kinerja, seperti penambahan poin evaluasi dalam tender, insentif fiskal terbatas, atau kemudahan akses pembiayaan proyek bagi kontraktor yang menyertakan komponen pelatihan bersertifikat, program magang, atau transfer teknologi. Skema seperti ini tidak hanya memperluas kontribusi proyek terhadap ekosistem SDM digital nasional, tetapi juga membuka peluang kerja bernilai tambah tinggi bagi masyarakat lokal tanpa mengganggu kelayakan bisnis penyedia jasa. Pendekatan ini telah diterapkan secara sukses di sejumlah negara berkembang melalui model local content development yang dikaitkan langsung dengan proyek TIK dan konektivitas.
4. Untuk memastikan pelatihan digital tidak berjalan generik dan timpang antarwilayah, Komdigi dapat mengembangkan peta zonasi kebutuhan talenta digital nasional yang berbasis data—mulai dari volume trafik internet, status pengembangan jaringan di daerah, hingga proyeksi pertumbuhan sektor digital per wilayah. Dengan peta ini, pemerintah dapat merancang distribusi pelatihan dan sertifikasi secara lebih presisi—menyesuaikan kebutuhan tenaga teknis jaringan di wilayah yang sedang membangun infrastruktur TIK, kebutuhan talenta data center di zona industri, atau pelatihan developer di kawasan startup. Strategi ini tidak hanya menjamin efisiensi penggunaan anggaran pelatihan, tetapi juga menciptakan pasar kerja digital lokal yang terhubung langsung dengan pertumbuhan ekonomi wilayah masing-masing.
Penutup
Pembangunan infrastruktur digital tanpa dukungan sumber daya manusia nasional yang kompeten hanya akan melanggengkan ketergantungan pada teknologi asing dan tenaga kerja luar. Jika Indonesia sungguh ingin menegakkan kedaulatan digital di tengah ketatnya persaingan global, maka investasi yang paling strategis bukan hanya pada kabel dan spektrum—melainkan pada manusia yang mampu merancang, mengelola, dan mengembangkan sistemnya.
Dalam konteks efisiensi fiskal yang kini diusung oleh pemerintahan Presiden Prabowo, arah kebijakan pengembangan SDM digital harus semakin cerdas dan berbasis dampak. Indonesia tidak kekurangan inisiatif membangun jaringan. Tapi jaringan tanpa orang yang bisa memanfaatkannya dengan cakap adalah kemewahan yang mahal dan tidak produktif.
Talenta digital adalah pengungkit produktivitas, pencipta nilai tambah, sekaligus penjaga keberlanjutan transformasi digital nasional. Jika pembangunan infrastruktur tidak diiringi dengan investasi SDM yang tepat sasaran, maka kita hanya akan memperluas kesenjangan digital antarwilayah dan menyia-nyiakan potensi ekonomi berbasis konektivitas.
Sebaliknya, jika Indonesia mampu membangun ekosistem talenta digital nasional—melalui kolaborasi kuat antara pemerintah, industri, lembaga pendidikan, dan komunitas—maka semua infrastruktur yang telah dibangun akan berfungsi optimal sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi digital yang berdaulat, berkelanjutan, dan inklusif.
Sumber Referensi:
- World Economic Forum, Future of Jobs Report 2025
- Google-Temasek-Bain, e-Conomy SEA 2024
- World Bank, Digital Economy Diagnostic for Indonesia (2023)
- Data internal MASTEL (2023), Lanskap Talenta Digital Nasional
- Ookla Speedtest Global Index (Januari 2025)
- BNSP.go.id – Kebijakan Sertifikasi Profesi Nasional
- Komdigi, Dokumen Transformasi Digital 2024
Registrasi Dibuka: Hadir Kembali di Event Transformasi Digital Terbesar di Indonesia!
6 -7 August 2025 | Jakarta International Convention Center