Transformasi Digital untuk Indonesia : Tantangan dan Peluang | Wawancara dengan Ajisatria Sulaiman – Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)

Di tengah kesibukannya, tim DTICX berhasil bertemu dengan Ajisatria Sulaiman, Associate Researcher dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) untuk membahas peran CIPS dalam mendorong peluang ekonomi, pendidikan, dan ketahanan pangan melalui transformasi digital.

Penelitian yang dilakukan CIPS ditujukan untuk memberikan kesempatan untuk hidup yang lebih baik bagi mereka yang berpenghasilan rendah, melalui konsumsi pangan bergizi dan terjangkau, akses pada pendidikan dan pemanfaatan peluang ekonomi, salah satunya lewat transformasi digital dan ekonomi digital yang inklusif.

Akses yang lebih baik pada ketiga area tersebut dipercaya CIPS akan memberikan kehidupan yang sejahtera kepada masyarakat Indonesia.

Peta jalan transformasi digital 2021-2024

Peta jalan transformasi digital 2021-2024 dari Kominfo

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah menyusun enam arah peta jalan transformasi digital 2021-2024. Peta jalan ini bertujuan untuk menjelaskan arah kebijakan, implementasi, serta target capaian dalam mempercepat transformasi digital di Indonesia.

Peta jalan Digital Indonesia merupakan panduan strategis untuk memfasilitasi transformasi digital di negara ini. Peta jalan tersebut mencakup empat hal utama: infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital dan masyarakat digital.

Tahapan tingkatan literasi digital

Ilustrasi literasi digital

Dalam merumuskan kebijakan yang mendukung gerakan transformasi digital, hal yang perlu diperhatikan adalah kesiapan infrastruktur dan literasi digital masyarakat.

Menurut Ajisatria Sulaiman, tahapan literasi digital terdiri dari tiga tingkatan, yaitu konsumen, pencipta, dan praktisi IT.

“Hampir setiap orang mengalami tahapan ini. Berdasarkan data dari We Are Social tahun 2022, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 250 juta jiwa. Sebagian besar pengguna internet adalah konsumen yang menggunakan internet untuk hiburan dan belanja online”, ujarnya.

Ajisatria menambahkan bahwa tahap kedua, masyarakat mulai menggunakan internet untuk meningkatkan nilai diri sendiri. Mereka belajar hal-hal baru melalui kursus online dan bahkan menjual produk untuk mendapatkan keuntungan.

Pada tahap ketiga, masyarakat menggunakan internet untuk menciptakan jaringan dan keamanan digital.

“Tahap ini melibatkan praktisi yang berkecimpung di bidang IT. Oleh karena itu, penting untuk memiliki sekolah formal yang dapat mendukung terciptanya ekosistem digital yang aman”, lanjut Ajisatria.

Tahapan selanjutnya yang diharapkan bisa terjadi adalah penggunaan internet untuk mendukung produktivitas dan mendorong terciptanya peluang ekonomi. Inklusivitas inilah yang didorong supaya transformasi bisa membawa manfaat untuk semua.

Teknologi digital telah mengubah budaya masyarakat

Ilustrasi work from home

Teknologi digital telah mengubah budaya masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini terlihat dari dampak pandemi Covid-19, di mana semua kegiatan harus dilakukan dari rumah dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menghasilkan kebiasaan baru seperti memesan makanan secara online dan belajar dari rumah.

Pekerjaan yang sebelumnya hanya dilakukan di kantor dapat dilakukan secara mobile. Kebiasaan ini menciptakan budaya “Work From Home” dan “Work From Anywhere”.

Bahkan setelah PSBB, masyarakat di kota-kota besar masih mempertahankan budaya ini. Pada akhirnya, perubahan budaya ini akan menjadi norma baru bagi masyarakat Indonesia.

Membangun infrastruktur IT

Keamanan digital juga menjadi perhatian dalam transformasi digital. Membangun infrastruktur TI yang memadai termasuk komponen fisik dan non-fisik. Komponen fisik meliputi kabel optik, listrik, dan penyedia layanan jaringan. Komponen non-fisik meliputi kecerdasan buatan, Big Data, pembelajaran mesin, dan keamanan siber.

Keamanan digital menjadi perhatian karena kasus kebocoran data yang semakin meningkat. Menurut data dari Kemenkominfo, sejak tahun 2019 hingga 2023, terdapat 94 kasus kebocoran data yang ditangani oleh Kemenkominfo.

Penyebab kasus kebocoran data

Ilustrasi aksi pencurian data

Ajisatria menilai, sebagian besar kasus kebocoran data dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat. Namun, ada juga kasus yang dilakukan oleh perusahaan atau institusi yang memiliki data konsumen.

“Pada banyak kesempatan, masyarakat membuka situs yang tidak aman, mengunduh file APK ilegal, dan tidak sadar membagikan data pribadi,” katanya.

Meningkatkan sistem keamanan digital adalah langkah yang diperlukan. Data masyarakat Indonesia saat ini masih dipegang dan diawasi oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengantisipasi adanya kebocoran data dengan memperkuat infrastruktur dan memperkuat pemahaman keterampilan digital masyarakat.

Literasi digital juga perlu diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk program yang relevan dan mudah dipahami oleh beragam lapisan masyarakat.

Membahas keamanan data bersama DTICX

DTICX merupakan tempat yang penting untuk membahas tentang keamanan data. Kehadirannya memungkinkan pelaku industri dan pemangku kebijakan untuk saling mencari solusi secara holistik demi meningkatkan kualitas keamanan data. Hal ini diharapkan dapat membantu masyarakat mencapai tujuan ekonomi, pendidikan, dan kebutuhan pangan di masa depan.

0

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *