Oleh: Arki Rifazka (Direktur Eksekutif APJII)
Di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital, perusahaan di Asia-Pasifik dan Indonesia dihadapkan pada tantangan keamanan siber yang semakin kompleks.
Dari Malaysia ke Filipina, dan melintasi laut ke Australia, data menunjukkan bahwa insiden siber tidak hanya merajalela tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap stabilitas dan kepercayaan dalam ekonomi digital.
Insiden siber memiliki konsekuensi yang luas—dari kehilangan finansial yang parah, pencurian data yang meluas, hingga kerusakan reputasi yang mungkin tak terukur.
Di Indonesia sendiri, lebih dari setengah dari perusahaan telah merasakan gigitan digital yang merugikan ini. Angka yang cukup mengkhawatirkan ini menandakan bahwa keamanan siber bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Dalam konteks global, pasar keamanan siber di Asia-Pasifik mengalami pertumbuhan yang signifikan, suatu indikator kuat bahwa kawasan ini sedang bergerak dengan cepat untuk mengatasi tantangan keamanan siber.
Pada tahun 2022, pasar keamanan siber China memimpin dengan pendapatan sebesar 12,630 juta Dolar AS, diikuti oleh Jepang dan Australia, dengan pendapatan sebesar 8,259 juta dan 3,370 juta Dolar AS masing-masing.
Khususnya, Indonesia mencatatkan angka yang mengesankan dengan pendapatan sebesar 1,834 juta Dolar AS, yang menunjukkan bahwa meskipun tantangan yang dihadapi, ada komitmen yang kuat untuk berinvestasi dalam keamanan siber.
Investasi ini tidak hanya mencerminkan respons terhadap ancaman siber yang ada tetapi juga sebuah investasi dalam kepercayaan—kepercayaan dalam ekonomi digital yang sedang berkembang dan kepercayaan bahwa data serta sistem kita dapat dilindungi dari serangan yang semakin canggih.
Indonesia, dengan pendekatan yang terukur dan fokus pada penguatan keamanan siber, menandakan langkah yang tepat menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan tangguh terhadap ancaman digital.
Sektor perbankan dan telekomunikasi telah memimpin dengan contoh, mengalokasikan bagian yang substansial dari anggaran mereka untuk menangkal ancaman digital.
Khususnya, perbankan telah menunjukkan peningkatan pengeluaran sebesar 16% untuk keamanan siber, mengakui bahwa keamanan data adalah pilar utama dalam membangun kepercayaan pelanggan.
Keberhasilan China dan Jepang dalam memperluas pasar keamanan siber mereka menegaskan korelasi antara investasi keamanan siber dengan penurunan insiden.
Di Indonesia, solusi untuk tantangan ini berakar pada peningkatan investasi dan pengembangan kebijakan keamanan nasional yang kuat.
Pendidikan dan pelatihan yang tepat untuk tenaga kerja, serta kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta, akan menjadi kunci untuk memperkuat infrastruktur kritis.
Tidak ada waktu yang lebih penting dari sekarang untuk Indonesia dan tetangganya untuk menanamkan strategi keamanan siber yang solid.
Dengan serangan yang semakin canggih, memastikan keberlangsungan bisnis, melindungi data konsumen, dan menjaga aset perusahaan bukanlah tugas yang kecil.
Namun, melalui investasi yang bijaksana dan adopsi praktik terbaik, kita dapat mengurangi risiko dan memastikan bahwa horizon digital kita tidak hanya luas tetapi juga aman.
Memperkuat keamanan siber adalah langkah kritis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan dalam ekonomi digital.
Untuk Indonesia, ini bukan hanya tentang memitigasi kerugian tetapi juga tentang memposisikan negara sebagai pemain kunci dalam ekonomi digital global.
Mari kita bersama-sama mengambil langkah proaktif untuk mengamankan masa depan digital kita. (AR)
Seize the opportunity to showcase your solutions, network with industry leaders, and stay at the forefront of Indonesia’s digital revolution.