“Karena menurut saya sekarang ini, kalau tidak kita sendiri yang bergerak dan melakukan berbagai sosialisasi, pengayaan, pendampingan. Lalu siapa lagi?”
APTIKNAS, atau Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional, melihat bahwa potensi Indonesia bertransformasi digital sangatlah besar. Pandangan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menjadikan Indonesia salah satu negara yang diperhitungkan dalam kancah digital. Namun pertanyaannya, bagaimana caranya untuk sampai pada titik tersebut?
Fanky Christian, Ketua DPD APTIKNAS DKI Jakarta, menjelaskan kepada DTI-CX* bagaimana APTIKNAS mendukung transformasi digital di Indonesia.
Dimulai dari Pembentukan SDM Digital
Jauh sebelum program Talenta Digital secara resmi dilakukan oleh pemerintah, APTIKNAS telah terlebih dahulu menjalankannya. “Tadinya Talenta Digital itu buat memenuhi kebutuhan SDM di anggota kami sendiri sebetulnya,” awal Fanky menjelaskan.
Setelah menganalisis kebutuhan para anggotanya, barulah APTIKNAS cross check dengan anggota mereka yang lain untuk menanyakan apakah memiliki program yang bisa menjadi solusi atas kebutuhan tersebut.
Sebagai contoh, ada perusahaan tertentu yang perlu bantuan di bidang akuntansi. “Oh ternyata di anggota kita banyak juga pengembang aplikasi accounting,” cerita Fanky. Kemudian, APTIKNAS akan meminta secara resmi perusahaan pengembang aplikasi akuntansi ini untuk membuat program kerja pelatihan. Target pesertanya biasanya adalah anak-anak yang baru lulus SMA atau sederajat.
“Nah setelah mereka dilatih, tinggal kita kasih ke anggota kita yang membutuhkan,” jelas Fanky.
Lambat laun, kebutuhan akan SDM Digital tidak hanya muncul dari internal anggota APTIKNAS, namun juga di luar anggota. “Muncul juga kebutuhan dari publik atau dari masyarakat karena mereka sudah mau tidak mau menggunakan teknologi informasi untuk bisa memperbaiki bisnisnya, memperbaiki layanannya,” lanjut Fanky.
Tetap Jalan meski Pandemi
Seperti halnya perusahaan atau organisasi lain, saat pandemi datang, APTIKNAS mengubah format program-programnya menjadi virtual. Tidak jarang APTIKNAS menggandeng pihak ketiga untuk menyelenggarakan webinar.
Fanky menjelaskan saat ini APTIKNAS melakukan webinar bersama eventcerdas setiap minggu dan telah menggelar setidaknya hingga 130 seri webinar. Dalam satu bulan, APTIKNAS bisa sampai 8 kali menyelenggarakan webinar dengan berbagai macam pihak.
“Jadi menurut saya, ini cara kami mengedukasi publik. Itulah yang selama ini APTIKNAS lakukan dengan berbagai anggotanya,” tukas Fanky.
Bukan Lagi di Tahap Pengenalan Dasar
Bagi Fanky, masyarakat Indonesia sudah tidak lagi di tataran pengenalan dasar akan apa itu transformasi digital, apalagi bagi mereka yang hidup di kota-kota besar. “Yang menjadi kebutuhan menurut saya sekarang ini memang masih banyak yang belum tahu how to atau know how-nya. Apa yang harus mereka mulai,” cerita Fanky.
Baik perusahaan atau organisasi besar maupun UMKM sebenarnya sudah menyadari bahwa teknologi informasi bukan lagi berfungsi sebagai supporting, tetapi sudah berperan sebagai backbone. APTIKNAS tidak lagi fokus berperan dalam memberi tahu apa pentingnya transformasi digital, namun sudah di tahap membantu agar mereka dapat menemukan cara terbaik menggunakan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan.
“Inilah menurut saya peran kita sebagai pemain teknologi informasi, untuk membantu akselerasi. Jadi bukan sembarangan memberi solusi yang harganya mahal, yang begitu orang melihat angkanya saja sudah pingsan,” jelas Fanky.
Fanky melalui APTIKNAS konsisten untuk terus mendampingi perusahaan atau organisasi, besar maupun kecil, agar dapat memaksimalkan potensi mereka melalui teknologi informasi.
Menaruh Perhatian pada Smart Manufacturing
Sejak tahun 2019, APTIKNAS telah mengusung tagline Industri 4.0. Sejalan dengan tagline tersebut, APTIKNAS sering menggelar sesi seminar atau webinar dengan tema smart manufacturing. Bahkan sampai hari ini, webinar mengenai tema tersebut masih rutin digelar per dua hingga tiga bulan.
Salah satu alasan di balik perhatian APTIKNAS akan tema ini adalah karena salah satu kendala yang biasa terjadi di sektor manufaktur, yaitu tidak adanya budget khusus untuk memaksimalkan potensi menggunakan smart manufacture. Padahal menurut Fanky, tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk menjadikan manufaktur menjadi smart manufacture.
“Solusi itu ada yang memang bisa untuk industri yang skalanya besar, ada yang kecil. Kalau industri skala besar, tentu ini sangat masif, komprehensif, dan rumit. Mungkin investasinya pun tidak sedikit. Tetapi semakin ke sini, kita melihat bahwa justru ada model sewa pakai yang tidak perlu melakukan investasi besar,” jelas Fanky.
Solusi Teknologi Orisinil Indonesia
Sejalan dengan Aksi Afirmasi Peningkatan Pembelian dan Pemanfaatan Produk Dalam Negeri (PDN) dalam rangka Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI), bicara tentang spesifik hardware buatan Indonesia dalam industri komputer memang tidak banyak. Namun untuk software, Fanky menjelaskan bahwa banyak sekali solusi software yang dikembangkan di Indonesia.
“Oleh karena itu, kami di APTIKNAS selalu menyarankan teman-teman yang menjadi importir produk tertentu dari luar negeri bisa menegosiasikan agar produknya itu bisa dikembangkan juga di Indonesia,” jelas Fanky.
Belum berhasilnya pembuatan hardware asli Indonesia disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya dikarenakan komponen-komponen kecil, prosesor, dan beberapa hal lainnya belum berhasil dikembangkan secara optimal di Indonesia. Investor pun belum ada yang berani menanamkan modal terlalu tinggi walaupun market Indonesia besar.
Sementara dari sisi software, Fanky menilai bahwa anak-anak muda Indonesia punya potensi. “Nah sekarang kan tinggal kita timbang, kita mau lebih fokus ke sesuatu yang sulit menghasilkan, atau kita fokus ke sesuatu yang sangat mudah menghasilkan?” ujar Fanky.
Mengawal Transformasi Digital Bersama
Fanky menutup sesi wawancara ini dengan mengingatkan kembali bahwa transformasi digital bukan lagi sesuatu hal yang menakutkan. “Apapun industri Anda, menurut saya saat ini, digital transformation itu is a must. Sudah satu keharusan dan tidak perlu ragu atau khawatir.”
Jika masih ada kebingungan dari mana harus memulai, Fanky menghimbau untuk mencoba berdiskusi dengan banyak orang. “Nanti kita ketemu di webinar atau pun expo-nya DTI. Banyak hal bisa digali. Banyak hal bisa didengar bersama dari para narasumber,” jelas Fanky.
Akhir kata, dengan melihat potensi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk dan jumlah tenaga muda yang sangat besar, maka APTIKNAS tidak akan berhenti bergerak dan melakukan berbagai sosialisasi, pengayaan, pendampingan mengenai transformasi digital.
“Semuanya ini mengarah, menuju, dan menyiapkan Indonesia maju yang kita cita-citakan dan targetkan bersama,” tutup Fanky.
*) Digital Transformation Indonesia Conference & Expo, atau DTI-CX, adalah sebuah kegiatan expo dan konferensi yang diinisiasi oleh PT AdHouse Clarion Events (ACE). DTI-CX bertujuan untuk mempertemukan perusahaan-perusahaan, BUMN, dan pemerintah yang sedang mencari mitra teknologi untuk membantu dan menjalankan transformasi digital, baik dalam hal transformasi sumber daya manusia, transformasi bisnis, hingga transformasi data, dengan solusi yang paling sesuai.