Oleh: Arki Rifazka (Head of Daily Executive of APJII)

Perkembangan teknologi seluler global semakin pesat, dengan prediksi jumlah pengguna 5G akan mencapai 1,5 miliar pada akhir 2023. Namun, laporan terbaru dari GSMA mengungkap kesenjangan signifikan antara negara maju dan berkembang dalam adopsi teknologi ini. Negara-negara berpendapatan tinggi telah mencapai cakupan 5G sebesar 84%, sementara di negara-negara berpendapatan rendah, cakupannya hanya sekitar 4%.

Di tengah realitas ini, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam implementasi jaringan 5G. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, perkembangan 5G di Indonesia terbilang lambat, baik dari segi infrastruktur, kebijakan, maupun kesiapan ekosistem digital.
1. Kondisi Infrastruktur Telekomunikasi di Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, industri telekomunikasi Indonesia telah berusaha meningkatkan kualitas jaringan dengan memigrasikan pengguna dari 3G ke 4G, menyusul kebijakan penutupan layanan 3G oleh sejumlah operator. Namun, adopsi 5G masih berjalan lambat karena beberapa faktor utama:
a. Kecepatan Adopsi 5G yang Masih Rendah
Hingga saat ini, cakupan 5G di Indonesia masih terbatas di beberapa kota besar dan belum berkembang luas seperti di Singapura atau Malaysia. Menurut laporan GSMA, tingkat adopsi 5G di Indonesia masih 1 persen per 2023, dan angka ini diprediksi akan naik menjadi 32 persen pada 2030.
b. Tender Frekuensi yang Masih Tertunda
Ketidakpastian dalam alokasi spektrum frekuensi untuk jaringan 5G menjadi hambatan utama bagi operator untuk melakukan ekspansi. Beberapa sumber menyebut bahwa tender frekuensi untuk jaringan seluler 5G diperkirakan baru akan dilakukan pada 2026.
c. Konsumsi Data Masih Relatif Rendah
Rata-rata konsumsi data seluler per pengguna di Indonesia sekitar 12 GB per bulan, masih di bawah rata-rata global dan lebih rendah dibandingkan beberapa negara Asia lainnya.
2. Dampak Keterlambatan 5G bagi Transformasi Digital
Transformasi digital sangat bergantung pada ketersediaan konektivitas yang andal dan berkecepatan tinggi. Lambatnya adopsi 5G dapat menghambat pertumbuhan berbagai sektor industri yang bergantung pada teknologi digital, seperti manufaktur berbasis IoT, kecerdasan buatan (AI), big data, dan ekonomi digital secara keseluruhan.
Selain itu, keterbatasan infrastruktur broadband juga memperdalam kesenjangan digital di dalam negeri, terutama bagi wilayah-wilayah yang belum mendapatkan akses internet berkualitas tinggi. Padahal, akses internet yang cepat dan stabil sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis digital.
3. Peran Pemerintah dan Regulasi
Sebagai regulator utama, pemerintah memiliki peran krusial dalam mempercepat implementasi 5G di Indonesia. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengakselerasi pengembangan jaringan 5G meliputi:
a. Menyediakan Kepastian Regulasi:
Kejelasan terkait kebijakan spektrum frekuensi dan aturan main bagi operator akan memberikan dorongan besar bagi industri untuk segera berinvestasi dalam infrastruktur 5G.
b. Mendorong Investasi Infrastruktur
Penguatan kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan jaringan 5G, termasuk dalam hal penyediaan BTS (Base Transceiver Station) dan jaringan serat optik.
c. Meningkatkan Literasi Digital
Masih rendahnya konsumsi data menunjukkan bahwa edukasi masyarakat mengenai manfaat konektivitas tinggi perlu ditingkatkan, baik untuk kepentingan individu maupun dunia usaha.
4. Perbandingan dengan Negara Tetangga
Indonesia masih tertinggal dalam hal implementasi 5G dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Menurut laporan Opensignal, Indonesia berada di posisi tengah dalam hal kecepatan unggah 5G, mengungguli Thailand dan Filipina, tetapi masih di belakang Singapura dan Malaysia. Kecepatan unggah 5G rata-rata di Indonesia adalah 23,2 Mbps, sementara Malaysia memiliki kecepatan unggah 5G tercepat dengan rata-rata 40,7 Mbps.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam pengembangan jaringan 5G, namun juga memiliki peluang besar untuk mempercepat transformasi digital jika langkah-langkah strategis segera diambil. Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Mempercepat Tender Frekuensi 5G:
Pemerintah perlu memastikan bahwa tender frekuensi untuk 5G dapat dilakukan lebih cepat agar operator memiliki kepastian dalam mengembangkan jaringan.
2. Mendorong Investasi dalam Infrastruktur Digital:
Diperlukan sinergi antara pemerintah, operator telekomunikasi, dan sektor swasta dalam membangun jaringan 5G yang luas dan berkualitas tinggi.
3. Mengembangkan Ekosistem Digital yang Lebih Inklusif
Akses terhadap konektivitas yang cepat dan stabil harus diprioritaskan, terutama untuk sektor industri yang bergantung pada teknologi digital.
4. Meningkatkan Kesadaran dan Literasi Digital
Selain pembangunan infrastruktur, edukasi mengenai manfaat teknologi digital juga harus menjadi fokus utama untuk mendorong pemanfaatan jaringan yang lebih optimal.
Tanpa langkah-langkah strategis ini, Indonesia berisiko semakin tertinggal dalam revolusi digital global. Kini, tantangan terbesar bukan hanya bagaimana membangun jaringan 5G, tetapi juga bagaimana memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dan sektor industri dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital di masa depan.