“Transformasi digital itu dari manusia Indonesia untuk kesejahteraan manusia Indonesia. Jangan dari manusia asing hanya untuk exploring manusia Indonesia.”
Sebagai perwakilan masyarakat telematika, MASTEL secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap transformasi digital di Indonesia. Bentuk dukungan tersebut tertuang pada visi MASTEL, yaitu sebagai living enabler. Dengan kata lain, MASTEL ingin menjadi fasilitator dari seluruh masyarakat telematika agar transformasi digital dapat berjalan sukses.
Kali ini, DTI-CX* berkesempatan berdiskusi dengan Ketua Umum MASTEL, Sarwoto Atmosutarno**, mengenai bagaimana pandangan dan peranan MASTEL terhadap transformasi digital yang saat ini ramai digaungkan.
Literasi Digital Sama Seperti Vaksin
Kementerian Kominfo terus menggencarkan Gerakan Nasional Literasi Digital untuk menjangkau 50 juta masyarakat lebih terampil secara digital pada tahun 2024. Dengan masyarakat telah memiliki keterampilan digital, maka aplikasi atau teknologi baru yang diterapkan demi mendukung transformasi digital bisa terimplementasi secara maksimal. Oleh sebab itu, Sarwoto melihat bahwa pentingnya Literasi Digital ini sama pentingnya dengan program vaksinasi COVID-19.
“Jadi kalau misalnya literasi digital itu semakin tinggi terhadap jumlah penduduk, maka imunitas penduduk terhadap gangguan negatif akibat transformasi digital itu akan mengecil, sehingga mau tidak mau kita semua harus mendukung program literasi digital ini,” terang Sarwoto.
Lebih lanjut Sarwoto menjelaskan bahwa program Literasi Digital juga harus mencakup pengajaran tentang digital ethic dan security. Kemampuan masyarakat akan kedua hal ini akan berguna dalam menyaring konten mana yang hanya penipuan, isu mana yang tidak etis untuk disebarkan, dan meminimalisir hoax.
“Menurut saya itu yang paling penting. Daripada kita beli alat atau sistem yang memproteksi seperti itu, mahal banget. Proteksinya (lebih baik) terhadap diri sendiri,” jelas Sarwoto.
Turut Aktif dalam Pengembangan SDM Digital
Apa yang saat ini MASTEL kerjakan sebenarnya sudah inline dengan apa yang pemerintah buat dalam mendukung terjadinya transformasi digital. Jika pemerintah memiliki program seperti Literasi Digital dan Talenta Digital, maka MASTEL juga memiliki program knowledge management berupa MASTEL Institute (MI).
MI lebih berfokus pada penyelenggaraan kegiatan di bidang riset, pendidikan, kajian, dan pengelolaan isu strategis. Tidak jarang MI bekerjasama dengan pihak lain untuk membuat webinar, seminar, forum group discussion (FGD), serta pameran teknologi.
Selain itu, MASTEL juga telah bekerjasama dengan lembaga lain untuk membangun Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang bertujuan untuk memberikan sertifikat kompetensi kepada seluruh masyarakat yang telah memiliki profesi agar kompetensi mereka diakui. Tidak lupa, MASTEL bekerjasama dengan berbagai perguruan tinggi untuk pengembangan SDM Digital.
“Produk-produk ini dijaga dan di-deliver mutunya untuk mendukung transformasi digital itu sendiri,” jelas Sarwoto.
Transformasi digital UMKM dan Desa
Survei dari Katadata menunjukkan bahwa 56.8% UMKM di Indonesia berada dalam kondisi buruk pada saat terjadi COVID-19. Berbagai upaya dilakukan oleh UMKM agar dapat melewati masa krisis ini, baik secara online, offline, ataupun keduanya. Namun perubahan yang signifikan belum terjadi. Data yang menunjukkan akses internet dan kesiapan digital UMKM pun masih tergolong rendah, padahal 80.6% UMKM percaya bahwa internet dapat membantu menjalankan usaha, terutama saat masa pandemi.
Jika dilihat dari Indeks Kesiapan Digital UMKM Jabodetabek, dari skala tertinggi 5, nilai rata-rata Indeks Kesiapan Digital UMKM baru menyentuh angka 3.6. Padahal saat ini terdapat 50 juta pengusaha UMKM di Indonesia. Itu sebabnya, menurut Sarwoto, proses transformasi digital UMKM sifatnya menjadi sangat mendesak.
“Itu kan UMKM-nya harus dibantu dengan agen-agen IT di tempat dia. Belum kita bicara soal pemerintahan desa dan lembaga di desa. Mereka ya membutuhkan juga,” cerita Sarwoto.
Bicara tentang desa, Sarwoto menyadari bahwa kesenjangan digital masih terjadi, khususnya di desa-desa. “Kesenjangan digital, ya, ada banyak. Misalnya infrastruktur internet. Internet nggak ada kok bicara digital?” ujar Sarwoto. Meski begitu, Sarwoto cukup optimis akan penyelesaian masalah ini karena pemerintah sedang giat membangun infrastruktur internet ini melalui BADAN Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dan kerjasama dengan operator.
“Kemarin laporannya tinggal 4000 desa lagi. Empat ribu desa itu saya rasa nggak sampai 5% dari keseluruhan desa yang akan segera ditutup dalam 2-3 tahun ini secara infrastruktur,” jelas Sarwoto.
Selain itu, progress positif juga dapat dilihat karena pembangunan infrastruktur ini memiliki sistem yang baik dari segi dana. “Operator itu dipungut 1,5% dari pendapatan kotor, dikumpulkan, kemudian diserahkan ke pemerintah untuk Universal Service Obligation (USO). Jadi kalau beli paket Rp100.000,- sama saja telah menyumbang Rp1.500,- dan kemudian dikumpulkan ke pemerintah. Ada gotong royong juga di situ,” ujar Sarwoto.
Namun, masalah kesenjangan digital ini tidak semerta-merta langsung selesai ketika masalah infrastruktur sudah ditangani. Bagi Sarwoto, semuanya harus paralel dijalankan, mulai dari Literasi Digital, Talenta Digital, hingga ke etika, kepemimpinan, dan budaya digital. Program-program ini harus masuk sampai desa. Jadi ketika infrastruktur masuk, maka pendidikan digital juga masuk.
Dalam hal ini, MASTEL akan terus mendorong pemerintah untuk terus aktif memeratakan digitalisasi, baik dari segi infrastruktur, konten, maupun keterampilan digital sampai dengan daerah 3T, yaitu terbelakang, terpelosok, dan termiskin. “Tinggal sekarang kita semua bisa memberi masukan untuk efektivitasnya,” terang Sarwoto.
Perlunya Sukses SPBE untuk Pelayanan Publik
Menteri Komunikasi dan Informatika, Jhonny G. Plate, dalam sebuah kesempatan menyatakan bahwa saat ini pemerintah memiliki empat fokus yang menjadi prioritas utama agar transformasi digital di Indonesia berjalan maksimal, yaitu: infrastruktur, pemerintahan digital, masyarakat digital, dan ekonomi digital.
Menanggapi hal ini, Sarwoto sepakat dengan rencana pemerintah. Namun Sarwoto kembali menekankan bahwa Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) teramat penting. Baginya, dengan kondisi 60% masyarakat Indonesia telah memiliki smartphone, maka ini sangat potensial sekali membantu pelayanan pemerintah menjadi lebih bermutu.
“Kita berharap pemerintah juga siap memanfaatkan ini untuk efisiensi pemerintahan, dan sekaligus transparansi juga,” jelas Sarwoto. Apalagi, mengingat anggarannya pun sudah disediakan untuk ini.
Menurut Sarwoto, jika transformasi digital ini dilakukan bersamaan secara maksimal, mulai dari pemerintah, rakyat, operator hingga pengusaha, maka Indonesia akan mengalami digitalisasi yang sangat cepat.
Transformasi Digital dan UU Konvergensi
Sarwoto menyadari bahwa pada umumnya regulasi berjalan terlambat dari inovasi digital. Namun hal ini tidak membuat ia dan MASTEL berhenti memperjuangkan UU Konvergensi. Alasannya jelas, karena Undang-Undang (UU) yang ada saat ini belum cukup mengatur perubahan-perubahan yang ada.
“Mari kita lihat regulasi yang ada di Indonesia. UU Telekomunikasi itu terakhir tahun 1999, itu sudah 22 tahun. UU ITE itu tahun 2008, sudah 14 tahun. Sementara UU Penyiaran sendiri sejak tahun 2002, sudah 20 tahun. Nah padahal, ketiga UU ini sebenarnya sudah melebur, sudah konvergen,” tutur Sarwoto.
Sarwoto lanjut menerangkan bahwa Isu konvergensi ini sebenarnya sudah dibahas oleh pemerintah pada tahun 2020, bahkan telah dibentuk tim khusus. Namun karena teknologi yang berkembang terlalu cepat, maka apa yang dipikirkan 3 hingga 4 tahun yang lalu dengan yang terjadi hari ini sudah sangat berbeda. Pertanyaannya, apakah mau dibiarkan seperti ini sehingga terjadi implikasi yang tidak menyenangkan bahkan tidak bisa terkendali?
Oleh sebab itu, sebagai bentuk konsistensi memperjuangkan UU Konvergensi MASTEL membuat komite kerja khusus untuk menangani konsep MASTEL bahkan hingga naskah akademik (kalau memang diperlukan) yang menjelaskan bagaimana seharusnya konvergensi regulasi ini terjadi, menurut MASTEL.
“Saat ini, status UU Konvergensi masih dibicarakan di DPD dan DPR Komisi 1. Mereka juga concern akan perlunya perumusan konvergensi ini. Tapi kalau ditanya masalahnya ada nggak? Ya ada, banyak. (Pengesahaan UU Konvergensi ini) tidak gampang, tapi kita tetap berusaha,” ujar Sarwoto.
Pentingnya Expo dalam Transformasi Digital
Pada bagian akhir sesi wawancara kali ini, MASTEL kembali menyatakan akan terus berkontribusi agar transformasi digital di Indonesia ini berhasil. Itu sebabnya, MASTEL juga mendukung secara penuh Digital Transformation Indonesia Conference & Expo (DTI-CX) yang akan dilaksanakan pada 3-4 Agustus 2022 di JCC Senayan mendatang.
“Format (expo) sangat diperlukan. Industri perlu update juga tiap tahun. Kalau dia nggak update juga terlambat. Ga ngerti perkembangan,” jelas Sarwoto.
Bagi Sarwoto, mengikuti expo adalah momen yang tepat untuk mengecek 3 (tiga) hal. Pertama, untuk menakar keberhasilan impor dan ekspor perusahaan terhadap ICT. Kedua, untuk meningkatkan peluang kerja sama yang menguntungkan kemandirian industri dalam negeri, TKD, dsb. Ketiga, untuk mengukur daya saing sebagai produsen, konsumen, atau keduanya. Variabelnya pun bukan hanya market share, tetapi juga inovasi.
“Sehingga waktu mereka pulang, mereka membawa ide dan oleh-oleh untuk mereka pikir sendiri. Makanya saya berpandangan bahwa yang namanya expo nggak bisa ditinggal,” ujar Sarwoto.
Sarwoto menutup sesi wawancara ini dengan satu harapan. Baginya, transformasi digital itu adalah dari manusia Indonesia untuk manusia Indonesia. Bukan dari manusia asing hanya untuk exploring manusia Indonesia.
“Kita harus aktif bahwa transformasi digital itu adalah memberikan kesejahteraan dari manusia Indonesia kepada manusia Indonesia, dan untuk memperkuat ketahanan kita,” tegas Sarwoto.
*) Digital Transformation Indonesia Conference & Expo, atau DTI-CX, adalah sebuah kegiatan expo dan konferensi yang diinisiasi oleh PT AdHouse Clarion Events (ACE). DTI-CX bertujuan untuk mempertemukan perusahaan-perusahaan, BUMN, dan pemerintah yang sedang mencari mitra teknologi untuk membantu dan menjalankan transformasi digital, baik dalam hal transformasi sumber daya manusia, transformasi bisnis, hingga transformasi data, dengan solusi yang paling sesuai.
**) Sarwoto Atmosutarno adalah mantan Direktur Utama Telkomsel yang menjadi ketua umum MASTEL periode 2021-2024.