Photo credit: National Cancer Institute (unsplash)
Di tengah kemajuan teknologi saat ini, seluruh aspek kehidupan harus bisa relevan dengan transformasi teknologi. Tidak terkecuali bidang kesehatan yang sekarang ini menjadi poin penting dalam hidup, apalagi sejak mewabahnya virus Covid-19 serta yang baru-baru ini ramai dibicarakan, yaitu hepatitis akut. Pemerintah harus bisa membangun sistem integrasi kesehatan dengan baik agar pelayanan semakin efisien.
Integrasi data belum efisien, tantangan layanan kesehatan dan digitalisasi kesehatan
Kepala DTO Kemenkes (Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan) pernah mengatakan bahwa pengembangan layanan kesehatan digital sudah direncanakan sejak 2021 lalu. Dalam buku biru strategi transformasi digital Kemenkes, layanan itu akan diberi nama IHS (Indonesia Health Service). Layanan ini akan terintegrasi dengan berbagai situs rumah sakit dan puskesmas. Harapannya, hal ini dapat menghubungkan berbagai layanan kesehatan yang bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Melalui IHS, beban tenaga kesehatan dapat berkurang. Selain itu, IHS juga berfungsi menghapus sistem informasi kesehatan yang tumpah tindih. Namun, Setiaji selaku kepala DTO Kemenkes juga mengungkapkan kesulitan dari membangun layanan digital ini. Salah satunya adalah data kesehatan belum terintegrasi secara efisien. Banyaknya aplikasi milik swasta menyebabkan tidak adanya keseragaman data.
Saat ini, Indonesia memiliki 400 aplikasi kesehatan milik pemerintah yang belum terintegrasi dengan baik. Akibatnya, data yang dikumpulkan terdapat perbedaan. Belum lagi aplikasi milik swasta yang tidak terhubung dengan layanan kesehatan pemerintah.
Dukungan integrasi data dari Universitas Indonesia
Pengintegrasian data ini sudah didukung oleh tim ahli dari UI (Universitas Indonesia). Mereka telah mengusulkan kebijakan kepada pemerintah sebagai Strategi Ketahanan Nasional dalam bidang kesehatan terhadap Epidemi dan Pandemi Covid-19.
Tim tersebut merekomendasikan agar pemerintah membangun suatu sistem integrasi kesehatan. Hal ini merupakan salah satu wujud dari pengamalan Strategi Ketahanan Nasional di bidang kesehatan terhadap Epidemi dan Pandemi Covid-19.
Program tersebut harus melibatkan pemerintah pusat dan daerah, kontribusi bidang usaha, dan juga masyarakat. Tak hanya itu, tim ahli dari UI juga menyarankan adanya koordinasi yang baik dengan badan pengelola zakat, ormas, dan aparatur negara untuk menjaga kestabilan keamanan.
Akhirnya Kemenkes meluncurkan sistem kesehatan satu pintu
Pada April 2022, melalui konferensi pers virtual, Kemenkes meluncurkan Sistem Kesehatan Satu Pintu yang dinamakan IHS. Nantinya, IHS akan memiliki mekanisme yang terstandar. Proses integrasi sistem ini akan dimulai dengan beta testing atau pengujian produk pada Juli 2022 mendatang.
Prosesnya dijalankan bertahap karena masih banyak rumah sakit atau faskes yang belum memiliki rekam medis pasien berbentuk digital. Pihak DTO mengharapkan proses ini akan selesai secara bertahap dalam tiga tahun.
Tantangan dalam pengintegrasian data
Dalam penerapan proses digitalisasi bidang kesehatan, pastinya akan muncul beberapa tantangan. Terlebih, proses ini melibatkan data besar yang menyangkut seluruh masyarakat Indonesia.
1. Kurangnya standarisasi
Permasalahan utama dalam pengintegrasian data adalah belum adanya format data yang terstandarisasi. Jika format rekam medis pasien tidak memiliki kesamaan, maka proses sistem integrasi kesehatan akan menghadapi kesulitan. Banyak data dari layanan kesehatan yang akan tidak kompatibel dengan sistem data lainnya.
2. Data yang tidak konsisten
Seperti yang sudah disampaikan oleh pihak DTO Kemenkes, Indonesia mempunyai sekitar 400 aplikasi kesehatan milik pemerintah yang belum terintegrasi. Banyaknya aplikasi di bidang kesehatan ini akan memberi beban entri yang berat. Data yang dimiliki oleh layanan kesehatan swasta pun juga belum terhubung dengan ekosistem layanan kesehatan pemerintah.
Di lapangan, masih banyak rumah sakit dan faskes yang tidak memiliki data rekam medis pasien berupa rekam medis digital. Data pun tidak dapat diakses atau dimanfaatkan oleh pihak layanan kesehatan pusat atau daerah. Akibatnya, data yang tak terintegrasi dengan baik akan menyebabkan informasi yang tumpang tindih dan tidak konsisten.
3. Kurangnya sumber daya manusia
Salah satu tantangan integrasi data yang dihadapi peluncuran sistem kesehatan satu pintu adalah keterbatasan sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah orang-orang yang memiliki kompetensi di bidang teknologi kesehatan. Apalagi pemerintah membutuhkan talenta yang mampu menganalisis data kesehatan dengan baik.
4. Risiko keamanan
Risiko keamanan adalah tantangan yang harus dipecahkan oleh pemerintah. Sayangnya, Indonesia sendiri belum memiliki regulasi bagi industri teknologi kesehatan. Regulasi layanan kesehatan digital seperti telemedicine dan resep elektronik belum memiliki payung regulasi yang jelas. Selain itu, masalah privasi data juga harus diperhatikan. Apalagi, sudah beberapa kali Kemenkes mengalami kebobolan data.
Membangun sistem integrasi kesehatan tentunya menjadi tugas berat yang harus diemban oleh pemerintah. Namun, hal pengintegrasian data kesehatan bukanlah sesuatu yang tak mungkin dilakukan. Pahami lebih lanjut mengenai pengembangan teknologi di bidang kesehatan dalam acara Digital Transformation Conference & Expo yang akan diselenggarakan pada 3-4 Agustus 2022 di JCC Senayan.