Photo credit: Eduardo Rosas (pexels)
Pernahkah Anda mendengar kejadian sejumlah dana dari rekening seseorang lenyap begitu saja, padahal orang yang bersangkutan tidak melakukan transaksi apa pun? Anda mungkin bertanya-tanya, bagaimana caranya pencuri mengambil uang dari rekening seseorang bila tidak mengetahui password rekening tersebut?
Kejahatan siber yang terjadi di sektor finansial kini sudah semakin canggih. Berdasarkan data yang disajikan oleh International Monetary Fund pada 2020, prediksi kerugian total yang dihadapi sektor finansial secara global rata-rata mencapai lebih dari Rp1,433 triliun. Pihak Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa untuk meningkatkan cyber security di sektor keuangan ini, baik pihak penyedia jasa keuangan dan nasabah harus bisa mengantisipasi kejahatan siber bersama-sama.
Sebenarnya, apa akar permasalahan keamanan siber di sektor finansial? Lalu, bagaimana caranya meningkatkan keamanan untuk mencegah kejahatan cyber di bidang keuangan ini? Simak penjelasan lengkapnya berikut!
Memahami cyber security
Seiring perkembangan zaman, lanskap keamanan siber juga akan selalu berubah. Keamanan siber harus terus dimutakhirkan agar bisa menjawab kebutuhan mengamankan data, khususnya dalam hal ini adalah data para nasabah bank. Namun, keamanan siber akan selalu berjalan beriringan dengan perkembangan kejahatan yang terjadi. Artinya, bila cyber security semakin canggih, begitu pula dengan kejahatan siber.
Sektor perbankan dan finansial secara keseluruhan adalah sektor yang rawan terhadap ancaman kejahatan. Pasalnya, tak hanya sejumlah besar uang yang dipertaruhkan, tetapi juga sistem keuangan akan terdampak. Bila sudah begitu, perekonomian secara keseluruhan akan terganggu.
Alasan utama kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kejahatan siber adalah karena saat ini transaksi digital sudah semakin populer di kalangan masyarakat. Meskipun transaksi digital sangat memudahkan banyak pihak, keamanan dunia digital akan selalu dipertanyakan.
Padahal, cyber security di sektor finansial cenderung lemah terhadap ancaman kejahatan. Bila sudah demikian, biaya pemulihan dari kejahatan siber akan sangat memakan waktu dan membutuhkan biaya yang tak sedikit.
Baca juga: Tips Cyber Security untuk Menghindari Cyber Attack di Tahun 2022
Permasalahan keamanan di sektor finansial
Berkaca dari negara adidaya Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 70% komunitas bank di sana sangat memperhatikan cyber security. Keamanan siber menjadi prioritas utama para penyedia jasa keuangan karena berdasarkan data konsultan keuangan di Boston, sektor finansial 300 kali lebih rentan terhadap serangan siber.
Ancaman siber yang dihadapi oleh sektor keuangan antara lain adalah ransomware. Ransomware merupakan jenis malware atau software perusak yang dikirimkan oleh para peretas untuk mengunci, mengenkripsi, atau mengacak data dari perangkat korban, dalam hal ini adalah pihak penyedia jasa keuangan. Ketika ransomware diluncurkan, peretas akan meminta sejumlah dana agar pihak perbankan bisa mengakses kembali sistem dan data-data yang tersimpan di perangkat mereka.
Selain itu, ancaman siber di sektor keuangan yang sering terjadi pada era digitalisasi adalah fraud dan phishing. Pelaku kejahatan akan memanfaatkan informasi dan perilaku nasabah untuk melakukan kejahatan tersebut. Phishing merupakan sebuah upaya kejahatan untuk mencuri uang atau identitas nasabah. Pelaku akan mendapatkan informasi pribadi terkait kartu kredit, bank yang digunakan, bahkan password ke rekening Anda.
Cyber security berikan solusi bagi sektor finansial
Meningkatnya ancaman kejahatan siber harus diimbangi dengan penguatan cyber security di sektor finansial. Pada 2019, terjadi pelanggaran data besar-besaran di Amerika Serikat yang berdampak pada lebih dari 100 juta pengguna bank Capital One. Tersangka berhasil meretas server cloud data yang memiliki kompleksitas keamanan dan mendapatkan data pribadi dengan mudah.
Berkaca dari kejadian tersebut, penyedia jasa keuangan harus bisa memperkuat dan mengimbangi teknologi yang semakin canggih. Sistem yang sudah usang harus terus diperbarui agar keamanan ter-update. Salah satu solusi yang perlu diaplikasikan dan terus dikembangkan adalah autentikasi dua faktor. Fitur keamanan ini akan melindungi akun tak hanya dengan kata sandi. Biasanya, pengguna akan diminta untuk mengonfirmasi identitas dengan dua cara yang berbeda.
Pernahkah Anda mendapatkan sebuah kode unik dari penyedia jasa sebelum atau setelah memasukan kata sandi? Hal tersebut merupakan bukti nyata dari penerapan autentikasi dua faktor. Untuk itulah, banyak penyedia jasa mengingatkan para nasabah agar tidak membocorkan atau memberitahukan kode unik yang dikirimkan, bahkan kepada karyawan bank sekalipun. Kode tersebut bersifat sangat rahasia dan hanya Anda yang boleh mengetahuinya.
Menguatkan cyber security di sektor finansial tak boleh berhenti di situ saja. Pihak penyedia jasa keuangan juga harus terus memperbaiki sistem dan juga teknologi yang mereka pakai. Dengan begitu, sistem akan terjaga dan tidak rentan terhadap eksploitasi tak bertanggung jawab. Pahami lebih lanjut mengenai dunia finansial di era perkembangan digital dengan menghadiri Digital Transformation Indonesia Conference & Expo pada 3-4 Agustus 2022 di Jakarta Convention Center, Senayan.